Benci Jadi Cinta
Namaku
Elisa. Aku nggak suka kalau dijailin sama teman-teman. Tapi aku suka njailin
teman-teman.Aku rasa itu hal yang bodoh, tapi itu kegemaranku.Aku tuh orangnya
nggak mau kalah dalam hal apapun, selalu ingin menang sendiri.Kata teman-teman,
aku orangnya cerdas alias cerewet judas, terus juga nakal, dan suka jail.Tapi
kata mereka aku enak kalau diajak berteman.Di kisahku kali ini, aku berteman
akrab dengan Rosmala dan Oktavia.Kami bertiga berjanji untuk tidak pacaran jika
salah satu dari kami belum mempunyai pacar.“Jomblo bersama, pacaran bersama”
itulah semboyan kami.
Musim kemarau kembali
melanda.Musim kemarau kali ini cukup panjang. Tanda-tanda hujan akan turun
belum ada. Daun-daun banyak yang gugur.Hewan pemakan rumput pun gelisah.Mereka
hanya makan daun-daun kering.Air minum pun sulit didapat.Untuk mendapatkannya
mereka harus berjalan berkilo-kilo meter.Pada saat itu kami pulang sekolah
bersama-sama.Mentari saat itu seakan sedang membakar kulit kami.Ketika mau
sampai di sudut peremapatan jalan, di perempatan jalan itu ada orang gila.
“Eh,
stop!” suara Rosmala tiba-tiba mengagetkan kami.
“Ada
apa sich?” aku dan Oktavita menjawab hamper bersamaan.
“I….i…itu!”Rosmala
menjawab dengan gagap sambil menunjuk ke perempatan jalan.
“Apaan
sich itu itu?” tanyaku penasaran.
“Itu
ada orang gila!” jawab Rosmala.
“Mana
sich orang gilanya?” tanya Oktavia.
“Itu yang pakai baju merah yang pegang tongkat, di sudut jalan itu…tu…,”
jawab Rosmala dengan nada ketakutan dan masih tetap menunjuk kearah perempatan
jalan.
“Oh
iya, ya udah kita lewat jalan pintas aja!” aku memberi solusi.
“Tapi
jalan pintas yang mana, yang kanan apa yang kiri?” tanyaOktavia.
“Lewat
yang kanan aja, sepertinya orang gilanya jalan ke kiri!” jawabku.
“Ya
udah, ayo cepat!” kata Rosmala dengan terburu-buru. Akhirnya kami melewati
jalan pintas yang kanan. Tiba-tiba orang gila itu muncul di depan kami. Lalu kami
berteriak ketakutan, dan kami berlari sangat kencang seakan orang gila itu
mengejar kami.
“Huh,
untung aja kita bisa lolos dari orang gila itu,” kata Rosmala sambil mengatur
nafas.
“Ha..ha..ha...
kasihan dech, habis dikejar-kejar orang gila!” tiba-tiba ada suara yang
mengejek kami dari belakang sambil tertawa. Mereka adalah Adit, Alfan, dan
Reihan.Mereka bertiga itu musuh kami.Tapi tidak untuk Alfan dan Rosmala.Mereka
berdua sepertinya sama-sama suka tapi disembunyikan.
Langit telah berganti warna merah
jingga. Mentari hamper menenggelamkan raut wajahnya. Menyisakan udara dingin
yang seakan-akan menusuk tulang rusukku.Daun, bebunga, dan reranting bertudung
sutera senja berjajar diantara kaki langit.Suara-suara binatang kecil telah
terdengar di dedaun telingaku. Pada saat sore yang cerah ini,
“Lis,
nanti malam kamu jaga rumah ya?” tiba-tiba ayah berbicara sambil menghampiri
aku, ibu, dan adikku yang sedang menonton TV.
“Lho,
emangnya kalian mau kemana?” tanyaku penasaran.
“Kami
mau menjenguk bibi di RS Malang,” jawab ibu.
“Emangnya
bibi kenapa?” tanyaku kemudian.
“Tadi
paman telepon, katanya bibi habis kecelakaan di jalan tol Malang,” jawab ibu.
“Adik
diajak?” tanyaku lagi.
“Iya!”
jawab ayah dan ibu bersamaan.
“Kenapa
aku gak diajak?” aku protes.
“Kamu
kan besok ada ulangan, Lis!” jawab ibu kemudian.
“Ulangan
kan bisa nyusul, lagian aku juga ingin menjenguk bibi,
bu!” aku tetap memprotes.
“Kamu kan sudah kelas Sembilan, jangan kayak anak kecil gitu dech, masak
gak malu dilihat adikmu tuh!” kata ayah.Akhirnya aku Cuma bisa diam saja dan di
rumah sendirian.
Hari berganti malam.Langit pun
menjadi gelap.Tapi malamini ada cahaya bulan purnama yang menemaniku.Dia hadir
bersama beribu-ribu bintang.Seakan cahaya bulan itu menyelimuti bumi ini.Di malam
yang sunyi dan sepi ini aku di sini sendiri dan ada suara jangkrik yang
menemaniku dalam kesunyian ini.Pada saat itu aku menonton film horror
sendirian.Sampai larut malam orang tuaku dan adikku belum pulang juga.Sampai
tiba waktuku tidur.Namun aku tidak bisa tidur karena terbayang-bayang hantu
yang ada di film horror tadi.Jadi aku bangun kesiangan.
Pagi ini cerah membayang di
cakrawala.Kuraih daun jendela, kubuka perlahan.Udara dingin memeluk pagi,
memagut sepi setelah kabut tersapu fajar.Menyisakan butiran bening di dedaun
dan reranting. Wangi dan segar udara pagi membelai kulitku.
Sejuk udara pagi mengusap paras wajahku. Angin sepoi-sepoi menyibakkan
rambutku.Sejenak aku berfikir mengira orang tuaku dan adikku belum juga
pulang.Aku rasa hari ini adikku tidak masuk sekolah. Jam sudah menunjukkan
angka setengah tujuh. Jalan raya mulai dipenuhi lalu lalang kendaraan bermotor.
Manusia akan memulai pekerjaan mereka. Aku pun mulai menjalani rutinitasku
sebagai pelajar.Saat itu aku terburu-buru berangkat sekolah.Sampai aku salah
naik bus.
“Pak,
di pertigaan depan berhenti!” teriakku tiba-tiba.
“Lho,
ini kan bus antar kota. Gimana sich kamu!” kata kondektur sambil marah-marah.
“Aduh
pak maaf, saya salah naik bus.Saya ini sudah kesiangan, pak!” aku memohon.
“Ya udah lah, untung aja kamu anak sekolah, kalau tidak…” kondektur
tersebut tidak melanjutkan kata-katanya.
“Makasih ya, pak!” jawabku kemudian.
“Ya..ya..!” jawab kondektur. Akhirnya aku diturunkan di pertigaan.
“Untung aja kondekturnya baik, kalau tidak kan aku bisa dibawa ke kota,”
gumamku dalam hati.
Lalu aku berlari menuju
sekolahku.Untung aja pintu gerbangnya belum ditutup.Ketika aku mau sampai ke
ruang kelasku, ternyata sudah ada gurunya. Tapi saat
aku masuk ruang kelasku,
“Permisi,
pak!” kataku sambil mengetuk pintu.
“Eh,
yang abis dikejar-kejar orang gila kemarin baru datang tuh!” tiba-tiba Adit
mengejekku.Serempak anak-anak satu kelas menertawakanku.
“Sudah..sudah,
diam!” kata Pak Herman menenangkan anak-anak. Pak Herman ini adalah guru
matematikaku yang dikenal dengan kedisiplinannya.“Kenapa kamu terlambat?”Tanya
Pak Herman kemudian.
“Habis
dikejar-kejar orang gila, Pak!” jawab Adit.Anak-anak sekelas kembali
menertawakanku.
“Kamu
tahu kan, kalau waktunya jam saya tidak boleh ada yang terlambat?” kata Pak
Herman kepadaku.
“Iya
pak, tapi saya tidurnya kemalaman, Pak,” aku memohon.
“Saya
tidak mau mendengar alasan-alasan yang tidak masuk akal.Sekarang kamu ke
lapangan basket, hormat kepada bendera merah putih sampai jam istirahat selesai,”
kata Pak Herman.
“Tapi
pak, saya mau ikut ulangan bapak!” jawabku kemudian.
“Kalau
ulangan bisa nyusul, kalau hukuman harus dijalankan sekarang!” tegas Pak
Herman.Akhirnya aku ke lapangan basket dan hormat kepada bendera merah putih.
Bel istirahat pun berbunyi, namun
aku belum terbebas dari hukumanku.
“Kasihan
dech, habis dikejar-kejar orang gila, terus sekarang kena hukuman!” tiba-tiba
Adit mengejekku sambil menghampiriku besama Reihan dan Alfan.
“Diam
lo, emangnya enak disuruh beginian?” kataku dengan ketus.
“Ush,
si cerdas marah nie yhe!” ejek Adit dan teman-temannya.
Tiba-tiba
Rosmala dan Oktavia datang menghampiriku.
“Kalian
tuh gimana sich, ada temannya lagi kesusahan malah diejek!” kata rosmala
membelaku.
“Apa
teman?” kata Adit.
“Bukannya
musuh?”Raihan menambahkan.
“Iya
Dit, Han, kita semua kan satu kelas, jadi kita semua teman” kata Alfan membela
Rosmala.
“Fan,
lo kok malah membela mereka sich, temen kamu tuh aku dan Adit apa cewek-cewek
itu sich?” Tanya reihan.
“Eng,
bukannya aku membela mereka, kita kan satu kelas, jadi semua ini teman donk!”
jawab Alfan.
“Kalian
kalau bertengkar jangan di sini, malah bikin tambah pusing gue tau gak!” kataku
dengan ketus.
“Udah
lah, ayo ke kantin aja, laper
nih gue!” ajak Adit kemudian, lalu mereka bertiga ke kantin.Sedangkan Rosmala
dan Oktavia masih menemaniku.
Bel masuk pun berbunyi.Akhirnya
aku terbebas dari hukuman yang menjengkelkan itu.Sekarang waktunya Bahasa
Indonesia pelajaran Bu Merry.Setelah beberapa menit bel pulang pun berbunyi.
“Nanti
ngerjain tugas Bahasa Indonesia di rumahku ya?” ajakku.
“Ya!”
jawab Oktavia.
“Sekarang
anterin aku ke mini mall yuk, beli makanan ringan buat kita nanti” ajakku lagi.
“Aduh
maaf ya Lis, Vi, aku nggak bisa ikut kalian dech ke mini mall dan belajar
bareng nanti!” kata Rosmala.
“Kenapa
Ros?” tanyaku.
“Aku
mau ke toko buku nich sekarang!” jawab Rosmala seperti ada yang disembunyikan.
“Ya
udah ayo sekalian bareng kita, kan jalannya searah!” kataku.
“Eng, aduh pokoknya aku gak bisa bareng kalian dech sekarang, maaf ya
daaah!” kata Rosmala sambil melambaikan tangannya kepadaku dan Oktavia.
“Ya
udah lah ayo ke mini mall dulu!” ajakku kemudian kepada Oktavia.
“Ayo!”
jawab Oktavia.Akhirnya kami menuju ke mini mall.
Setelah kami tiba di mini mall
kami melihat Rosmala dan Alfan jalan berdua.Lalu kami menghampiri mereka.
“Oh
jadi ini alasan Rosmala nggak mau diajak ke mini mall dan belajar bareng!”
kataku sambil mencibir.
“Enggak
kok Lis, Vi, aku kebetulan ketemu Alfan di sini, dia juga mau beli buku” jawab
Rosmala.
“Tapi
kok sepertinya kalian berdua kayak akrab banget, status kalian kan masih
musuhan!” kataku kemudian.Rosmala hanya bisa diam saja.
“Kamu
boleh anggap Adit dan Raihan musuh kamu, tapi tolong jangan anggap aku musuh
kamu” kata Alfan kepadaku seperti membela Rosmala.
“Adit
dan Reihan tuh musuhku, lo kan temennya mereka, otomatis donk lo juga musuh
gue!” jawabku kasar.
“Oke
lo boleh anggap gue musuh lo, tapi gue gak pernah musuhin lo!” kata Alfan.
“Nggak pernah apanya, buktinya kemarin pas kami dikejar-kejar orang gila lo
ngejek kami, trus tadi pas gue kena hukuman, lo juga ngejek gue!” kataku.
“Aku gak ikut ngejek kok, aku cuma ikut-ikut mereka aja!” jawab Alfan.
“Alah
sama aja, ya udah Vi ayo kita ke rumahku” ajakku kemudian. Akhirnya aku dan
Oktavia pergi meninggalkan Rosmala dan Alfan , lalu kami berdua belajar
bersama.
Keesokan harinya di sekolah,
“Ros, Vi, gimana kalau buku tugasnya Adit kita ambil aja!” ideku.
“Buat
apa?” tanya Oktavia.
“Aku
mau ngerjain Adit supaya dia dihukum sama Bu Merry” jawabku.
“Aduh
Lis udah lah jangan bikin gara-gara sama mereka!” kata Rosmala membela.
“Kamu
kok malah membela mereka sich, aku tuh pengen balas dendam karena kejadian
kemarin” jawabku kemudian.
“Terserah
kamu aja dech, aku cuma ngikut” kata Oktavia.
“Kalau
kamu gimana Ros, apa masih mau membela mereka?” tanyaku.
“Aku
ikut kamu aja dech!” jawab Rosmala.
“Gitu
donk!” tambahku.
“Oke
sekarang kalian berdua jagain pintu mumpung Adit gak ada di sini, aku mau ambil
bukunya!” kataku kemudian.
“Oke!”
jawab Oktavia dan Rosmala hampir bersamaan.Akhirnya aku berhasil mengambil buku
Adit dari tasnya dan aku sembunyikan di lokerku.
Bel masuk pun berbunyi, Bu Merry
masuk ke ruang kelasku.“Anak-anak sekarang tugasnya dikumpulkan!” kata Bu
Merry.
“Lho
bukuku kemana?” tanya Adit kepada Reihan dan Alfan.
“Di
dalam tasmu mungkin kalau nggak di lokermu!” kata Reihan.
“Gak
ada kok!” jawab Adit.
“Mungkin
ketinggalan di rumahmu!” kata Alfan.
Setelah
Bu Merry memeriksa buku-buku ternyata bukunya kurang satu.“Siapa yang belum
mengumpulkan buku tugas?”tanya Bu Merry.
“Saya
Bu!” jawab Adit sambil mengacungkan tangannya.
“Mana
buku kamu?” tanya Bu Merry kemudian.
“Hilang
bu, tadi di dalam tas saya kok!” jawab Adit.
“Saya
anggap kamu tidak mengerjakan tugas dan sekarang kamu harus berdiri di depan
dengan kaki kanan diangkat sambil tangan menyilang memegang telinga!” kata Bu
Merry.
“Tapi
bu, saya sudah mengerjakan!”Adit memohon.
“Saya tidak mau mendengar alasan yang tidak masuk akal dari kamu, sekarang
kamu maju!” kata Bu Merry.Akhirnya Adit maju dan menjalankan tugasnya.
Bel
istirahat pun berbunyi.Akhirnya Adit terbebas dari hukumannya, lalu aku,
Rosmala dan Oktavia menghampiri Adit dan teman-temannya.
“Ha..ha..kasihan, emang enak kena hukuman, nih aku kembalikan buku loe!”
kataku sambil menyodorkan buku Adit yang aku ambil tadi.
“Ooo
jadi kalian yang ngambil buku Adit?” tanya Reihan kemudian.
“Kalau
iya emang kenapa?” jawabku tersenyum sinis.
“Hajar
donk Dit, jangan diem aja!” kata Reihan kepada Adit. Sementara Adit hanya diam
saja.
“Kenapa
loe diem aja, takut loe sama gue?” tanyaku kepada Adit.
“Eh
iya kemarin Adit bilang ke aku kalau Adit suka samakamu Lis!” kata Alfan
kemudian.
“Hah?”
kata Rosmala, Oktavia dan Reihan serempak.
“Yang
bener loe Fan?” tanya Reihan tidak percaya.
“Ya
udah kalau gak percaya, orang Adit sendiri kok yang bilang” jawab Alfan.
“Kalau
suka bilang aja deh Dit, nggak usah malu, mumpung ada orangnya disini!” kata
Rosmala.
“Apaan
sich kalian, sekali musuh ya tetep musuh!” jawabku kemudian.
“Hati-hati
lho benci jadi cinta!” kata Oktavia.
“Terserah
kalian dech aku mau ke perpus!” kataku.
“Tumben
ke perpus, biasanya paling males!” kata Rosmala heran.
“Maksudku
ke kantin!” jawabku jadi salah tingkah.
“Perpus
sama kantin bedanya jauh, Elisa salting nie!” kata Oktavia.Lalu aku berlari
menahan malu meninggalkan mereka semua.
Bel masuk pun berbunyi.Sekarang
waktunya pelajaran Bahasa Inggris, tapi gurunya tidak masuk karena sedang
sakit. Jadi sekarang jam kosong. Ada yang ke luar kelas, ada yang ke kantin,
kumpul dan lain-lain.Adit dan teman-temannya sedang ke kantin.Sementara kami
bertiga kumpul di kelas cerita-cerita.
“Eh
aku kasih tau ya, tapi jangan marahin aku!” kata Oktavia tiba-tiba.
“Iya,
ngapain sich kita marah sama kamu!” jawabku.
“Aku
kemarin malam ditelpon sama Reihan, dia nembak aku!” kata Oktavia.
“Trus
kamu terima?” tanyaku dengan nada kaget.
“Ya
langsung aku matikan telponnya!” jawab Oktavia.
“Kenapa?”
tanya Rosmala.
“Ya
aku masih ingat kalau kita punya semboyan!” jawab Oktavia.
“Aku
juga ditembak sama Alfan seminggu yang lalu” kata Rosmala kemudian.
“Kamu
trima nggak dia?” tanyaku.
“Belum
sich, tapi kita TTM an!” jawab Rosmala.
“Pantesan
akhir-akhir ini kamu nggak mau jalan bareng kita, trus dia suka membela kamu!”
kata Oktavia.
“Aduh
semuanya kok kayak gini sich, kalian tuh ditembak sama temennya musuhku!”
kataku kemudian.
“Ya
nggak tau, sepertinya kita berenam akan jadi sahabat!” jawab Oktavia.
“Kok bisa?” tanyaku heran.
“Ya iya lah, buktinya Alfan sama Reihan udah nembak aku sama Rosmala, trus
kata Alfan tadi Adit suka sama kamu, Cuma tinggal kamu sama Adit aja yang harus
disatukan!” jawab Oktavia.
“Ooo
kalian mau sekongkol sama mereka buat ngedeketin aku sama Adit?” tanyaku dengan
nada marah.
“Ya
nggak gitu Lis!” jawab Rosmala.Tiba-tiba bel pulang pun berbunyi.
Di malam yang cerah ini, namun
tak secerah hatiku yang saat ini sedang merasakan keresahan. Entah apa yang ada
di benakku saat ini, ku tak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata. Dalam gelap
malam yang hampir membiru dan kesunyian yang benar-benar mendekap kalbu.
Kata-kata Rosmala, Oktavia, Alfan dan Reihan tadi masih terngiang di kepalaku.
“Apa
bener kata Alfan kalau Adit suka sama aku?” gumamku dalam hati.
“Apa
bener kata Oktavia kalau benci jadi cinta?” gumamku lagi. Tapi
pertanyaan-pertanyaan bodoh tersebut
tidak akan terjawab sekarang. Aku mulai berpikir saat Rosmala dan Oktavia
bercerita kepadaku waktu di tembak Reihan dan Alfan belum mereka terima.Karena
mereka masih ingat semboyan yang aku buat sama mereka dulu. Mungkin mereka
menunggu aku punya pacar, baru mereka akan mau menerima cinta Alfan dan Reihan.
Tiba-tiba handphoneku berbunyi ada panggilan masuk ternyata dari Adit.Setelah
lama berbincang-bincang ternyata Adit nembak aku.Tapi kata Adit aku disuruh
jawabnya besok malam.Mungkin dia tau kalau aku masih menganggap dia musuhku.
Keesokan harinya aku bangun
kesiangan karena semalam tidak bisa tidur gara-gara mikirin Adit. Aku berangkat
sekolah terburu-buru sampai bukuku banyak yang aku pegang daripada yang aku
masukin tas. Setiba di sekolah gerbangnya belum ditutup dan aku bertemu dengan
Adit, dia sepertinya juga kesiangan.
“Sini
aku bantuin bawa buku kamu!” kata Adit tiba-tiba menghampiriku.
“Oh
iya silahkan, makasih ya!” ucapku.
“Ya
sama-sama” jawab Adit. Akhirnya aku menuju ke kelasku jalan berdua sama Adit.
Kelihatannya gurunya belum datang.
“Cieee
yang baru jadian datang bareng tuh!” ucap Reihan kepada aku dan Adit yang masuk
kelas bersamaan.Serempak anak-anak satu kelas menyoraki aku dan Adit.
“Ngomong
apa sih kamu Han, aku sama Adit tuh nggak jadian!” jawabku marah-marah.
Sementara Adit hanya diam saja seperti tidak ada masalah.
“Nggak
papalah berawal dari musuh trus jadi cinta!” jawab Alfan.Anak-anak sekelasku kembali
menyoraki aku dan Adit.
“Itu
buktinya Adit membawakan bukumu, trus terlambat bareng, janjian ya!” ucap
Alfan.
“Idih
ngapain, kami tadi ketemu di gerbang kok!” jawabku.
“Udah lah Lis nggak papa ngaku aja kalau udah jadian.Kita semua udah tau
kok!” ucap Oktavia.
“Apaan
sich Vi, aku tuh gak jadian sama Adit!” jawabku.
“Katanya
Adit kemarin malam nembak kamu Lis!” ucap Rosmala.
“Ros
jangan keras-keras donk, kamu tau dari mana?” tanyaku sambil berbisik.
“Dari
Alfan dan Reihan” jawab Rosmala.
“Kurang
ajar mereka berdua!” gerutuku.Tak lama kemudian gurunya masuk kelas dan memulai
pelajaran.
Setelah beberapa jam bel
istirahat pun berbunyi. Aku dan teman-temanku langsung menuju kantin.Setiba di
kantin kami berbincang-bincang. “Kamu tadi kok gak mau ngaku kalau udah jadian
samaAdit?” tanya Oktavia tiba-tiba.
“Kalian
kok gak percaya sih sama aku, aku tuh nggak jadian sama Adit!” jawabku.
“Tapi
kata Reihan dan Alfan, kemaren malam Adit nembak kamu!” ucap Rosmala.
“Iya
sih!” jawabku singkat.
“Emang
nggak kamu terima?” tanya Oktavia
“Kata
Adit aku disuruh jawab nanti malam!” jawabku.
“Kamu
nanti mau jawab apa?” tanya Oktavia.
“Kalau
aku jawab tidak, aku kasihan sama kalian!” jawabku.
“Kenapa?” tanya Oktavia.
“Yananti kalian juga nggak bisa pacaran kan, trus kalo aku jawab iya, masak
musuh jadi cinta sih!” jawabku.
“Ya
nggak papa Lis, buktinya aku sama Oktavia juga gitu kan!” ucap Rosmala.
“Sebenarnya
kamu suka nggak sih samaAdit?” tanya Oktavia tiba-tiba.
“Kalau
ditanya suka nggaknya sih, ada rasa dikit!” jawabku.
“Ya
udah trima aja!” saran Rosmala.
“Bilang
aja kalau kalian juga pengen cepet-cepet pacaran kan?” tanyaku.Serempak kami
bertiga tertawa renyah.
“Ya
udah lah tunggu nanti malam aja, kita ke kelas yuk!” ajakku kemudian.
Tak
terasa malam ini pun tiba.Mau tidak mau aku harus jawab ungkapan Adit
kemarin.Setelah aku fikir-fikir, “Kalau aku jawab nggak, aku kasihan sama
temen-temenku, mereka jadi nggak bisa pacaran, trus kalau aku jawab iya, aku
malu sama temen-temen sekolah, malunya kalau dibilang benci jadi cinta” gumamku
dalam hati.
Tak lama kemudian Adit telpon aku, dia minta jawaban dari aku.Setelah
lama-lama berbincang, akhirnya aku jawab iya.Jadi mulai detik ini statusku
menjadi berpacaran dengan Adit, dan tidak punya lagi yang namanya musuh. Tapi
aku masih tidak percaya kalau aku udah jadian sama Adit, karena bermula dari
status musuh menjadi cinta. Dan besok aku harus siap-siap disoraki teman-teman
di sekolah.“Bagaimana ekspresi mereka, apa lebih heboh dari tadi pagi?” tanyaku
dalam hati. Pertanyaan itu akan terjawab besok pagi.
Keesokan harinya.Mentari telah
menempatkan raut wajahnya dari ufuk timur. Burung-burung bernyanyi seakan
menyambut cahaya sang mentari. Angin sejuk menghembus seakan tahu isi
hatiku.Kabut putih yang menyelimuti bumi serta embun yang menetes di dedaunan.Bunga-bunga
yang kembang menyebarkan bau madu yang mengundang kupu-kupu dan lebah untuk
mendekat.“Entah apa kata teman-teman nanti, apakah aku akan disoraki lebih
heboh lagi dari pada kemarin?” hatiku bertanya-tanya.“Apa mereka nanti akan
membicarakan aku karena musuh jadi cinta?” hatiku mulai tak karuan.Aku mulai
ragu untuk berangkat sekolah.
“Lis,
kenapa masih disitu, nggak kesiangan kamu?” tanya Ibu tiba-tiba membangunkan
lamunanku.
“Oh
iya, ya udah Elisa berangkat ya?” jawabku tersentak kaget.
Setiba aku di sekolah, saat aku
masuk kelas, “Kok anak-anak pada diem semua, padahal ada Adit dan
temen-temennya serta Rosmala dan Oktavia, apa mereka gak suka kalau aku jadian sama
Adit?” gumamku dalam hati.
“Kok
tumben kalian bisa diem kayak gini, biasanya kelas ini paling rame!” tanyaku
kepada anak-anak sekelas.
“Emangnya
mau ngapain?” tanya Oktavia.
“Ya
nggak biasa aja kalian nggak kayak kemaren-kemaren dech!” jawabku.
“Kita
biasa aja ya, sama kayak kemaren-kemaren!” ucap Rosmala kepada anak-anak
sekelas.
“Tapi
kok kayak ada yang beda sama kalian!” kataku kemudian.
“Mungkin
gara-gara status kita pada ganti, makanya kayak ada yang beda!” jawab Oktavia.
“Lho,
jadi kalian berdua…?” tanyaku kemudian.
“Iya
Lis, kamu juga kan?” jawab Rosmala. Aku hanya bisa tersenyum.Serempak anak-anak
kelasku menyoraki aku dan tertawa renyah.
“Jadi
kalian merencanakan ini semua?” tanyaku kemudian.
“Seratus
buat Elisa!” jawab anak-anak serempak.
“Gimana
keheningan tadi?” tanya Oktavia kepadaku.
“Ya
kaget lah, aku kira kalian marah sama aku, terus nggak menganggap aku sahabat
lagi!” jawabku.
“Ya
nggak donk Lis, justru kita sekarang menjadi enam sahabat!” ucap Rosmala.
“Jadi
semboyan kita ganti deh!” kata Oktavia kemudian. “Menjadi…” Rosmala tidak
meneruskan kata-katanya.
“Pacaran
bersama, musuh hilang” jawab anak-anak serempak.
“Tapi
kalian tadi kok kayak beneran marahnya?” tanyaku kemudian.
“Ekspresi
kamu tadi lucu deh saat kaget!” kata Adit tiba-tiba.
“Chie…”
serempak anak-anak menyoraki aku lagi dan kembali tertawa renyah.
Akhirnya kami sudah tidak
memiliki lagi yang namananya musuh.Justru sahabat kami makin bertambah.Dan
status kami saling berpacaran.Sekarang aku sadar di balik kebencian dan
permusuhan ternyata ada cinta yang begitu besar.Sampai bisa menyatukan kedua
sejoli. Dan kami berenam berjanji untuk tidak akan mencari lagi yang namanya
musuh. “Pacaran bersama, musuh hilang” ini lah semboyan kami berenam yang baru.